Mari Sadar Dan Bersatu Selamatkan Etnis Papua Yang Tersisa
Keterangan foto: koordinator JDRP2 |
Oleh : Selpius Bobbi*
Opini - Rasisme adalah akar dari kejahatan kemanusiaan. Berikut ini kami cantumkan beberapa pernyataan ungkapan rasis dari para tokoh Indonesia terhadap bangsa Papua.
Letnan Jenderal (Purn.) Ali Moertopo pernah katakan pada tahun 1963: “Indonesia butuhkan sumber daya alamnya, bukan orang Papua." Jenderal Ali juga pernah katakan: "Jika mau merdeka, minta Amerika pindahkan orang Papua ke bulan".
Jenderal Luhut B. Panjaitan katakan: "Orang Papua yang mau merdeka, pindah saja ke Pasifik. Sudah, sana gabung MSG saja. Tidak usah tinggal Indonesia lagi", Jumat, 19/2/2016.
Jenderal Hendropriyono pernah menyampaikan usulan yang ekstrem atau radikal saat di Seskoad, yakni memindahkan sekitar 2 juta penduduk Irian ke Manado. Sebaliknya, orang-orang di Manado dikirim ke Irian. "Ini cara untuk memisahkan mereka dari ras orang-orang Papua Nugini dan kawasan Pasifik lainnya, .... agar kawin campur", 6 Januari 2021.
Megawati Soekarnoputri pernah katakan: "Maaf ya, sekarang dari Papua. Papua itu kan hitam-hitam, ya. Tapi maksud saya begini, waktu permulaan saya ke Papua, saya mikir, lho aku dewean yo [sendirian, ya]. Makanya kemarin saya bergurau dengan Pak Wempi. Kalau dengan Pak Wempi dekat, nah itu dia ada. Kopi susu.” “Tapi sudah banyak lho sekarang, yang mulai blending jadi Indonesia banget. Betul. Rambutnya kriting, karena kan Papua itu di pesisirnya banyak pendatang, sudah berbaur. Maunya saya begitulah. Kan ada peradaban, yang saya bilang, aduh yo mbok sudah tu, berhentilah. Mana yang baik kita pake, mana yang tidak baik kita hindari”, Jakarta, 21 Juni 2022.
Pernyataan para tokoh Indonesia di atas dilatarbelakangi oleh paham "Nasionalisme Indonesia" yang kami beri nama "nasionalis fobia" dan juga "rasialisme" yang kami beri nama "melayuisme".
Penganut "Nasionalis Fobia" lebih cendrung mempertahankan kedaulatan wilayah Negara Bangsanya dengan menghalalkan segala cara, termasuk memusnahkan etnis atau ras tertentu. Praktek inilah yang digunakan oleh Negara Indonesia sejak bangsa Papua dianeksasi ke dalam bingkai NKRI.
Etnis Papua ras Melanesia rumpun Negroid sedang dalam ancaman bahaya kepunahan etnis (genosida), salah satunya melalui kawin campur. Jumlah penduduk asli Papua Barat pada tahun 1960-an sebanyak 800.000 jiwa lebih, sedangkan penduduk Papua New Guinea sebanyak 1 juta jiwa lebih.
Saat ini penduduk Asli Papua Barat sekitar 2 juta jiwa lebih, itu pun tertulis di atas kertas. Sedangkan jumlah penduduk PNG pada 2021 adalah 11.781.559 jiwa, terdiri dari laki-laki 6.142.585 jiwa dan perempuan 5.638.974 jiwa.
Dari data di atas, pertumbuhan penduduk di PNG jauh lebih cepat, ketimbang pertumbuhan penduduk asli Papua Barat. Dari perbandingan data jumlah penduduk antara Papua Barat versus PNG, maka didapati bahwa sekitar 7 juta sampai 9 juta orang asli Papua hilang musnah dalam kurung waktu 60 tahun. Dalam kurung waktu ini, ada pula beberapa marga di Papua Barat sudah musnah, hanya tinggallah dusun mereka yang menjadi saksi bisu.
Ini bukan mitos, ini bukan fiktif, tetapi ini fakta bahwa etnis Papua yang mendiami di Tanah Papua Barat sedang dalam proses pemusnahan (slow moving genosida).
Pemusnahan etnis Papua secara sistematis, masif, terarah, terukur dan radikal sudah menjadi program terselubung dari Negara Indonesia. Dalam rangka pemusnahan itu, Negara Indonesia menempuh berbagai cara, baik dikemas dalam bentuk kebijakan pembangunan, peracunan lewat makan minum, lewat rumah sakit, tabrak lari, penculikan pembunuhan, penyebaran virus dan penyakit menular melalui Wanita Tanpa Susila (WTS), kawin campur, dan pembantaian secara nyata.
Pemberlakuan UU Otonomi Khusus dan berbagai Pemekaran DOB, baik propinsi dan kabupaten yang semakin menjamur di Tanah Papua itu adalah dalam rangka pemusnahan etnis Papua. Hari ini sudah terbukti, kita sendiri lihat dengan mata kepala sendiri bahwa orang asli Papua dimarginalisasi, diminoritaskan, disingkirkan, dimiskinkan, diintimidasi, dan lambat laun musnah dari Tanah Air leluhurnya.
Otonomi Khusus dan DOB DOB, baik itu Propinsi juga Kabupaten di Tanah Papua adalah "kuburan massal bagi orang asli Papua". Para pihak yang telah memaksakan dan menerima UU OTONOMI KHUSUS dan PEMEKARAN DOB DOB di Tanah Papua itu, nanti akan bertanggung jawab di hadapan Tuhan atas hilang musnahnya etnis Papua dari Tanah Leluhurnya.
Apakah kita orang asli Papua mengalah dengan keadaan hari ini? Apakah kita diam membisu dan dengan tangan terbuka menerima semua bentuk ketidak-adilan ini? TIDAK. Bangsa Papua tidak ditakdirkan oleh Tuhan untuk hilang musnah dari negeri leluhurnya. Bangsa Papua tidak ditakdirkan oleh Tuhan untuk menjadi "BUDAK" dari Indonesia selamanya.
Ingat, tak ada masa depan bagi bangsa Papua dalam bingkai NKRI. Itu fakta hari ini berbicara demikian. Bangsa Papua punya masa depan yang indah dalam rencana ketetapan Tuhan.
Untuk itu, bangsa Papua harus memahami dan melaksanakan rencana kehendak dari Tuhan, yaitu BERTOBAT dari salah dosa, BERDAMAI dengan siapapun sekalipun musuh, dan BERSATU di dalam rencana kehendak Tuhan, bukan BERSATU di dalam rencana kehendak manusia yang penuh ambisi dan kepentingan sektoral.
Berdoa (lahir baru di dalam Tuhan) dan bekerja / berjuang adalah kata kunci menuju Tanah Suci Papua indah pada waktu Tuhan.
Ada tertulis dalam injil Matius pasal 6 ayat 33 ".... carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu."
Akhirnya "SATU RAKYAT SATU JIWA SIAPKAN JALAN TUHAN"
'SELAMAT HARI HAM SEDUNIA, 10 Desember 2023'
Jayapura: Minggu, 10 Desember 2023
Posting Komentar